Timah Vs. Keberlanjutan di Bangka Belitung

  • Bagikan
Dok. Kompas.com

NASIONALISME.NET, BANGKA BELITUNG — Sebagai putri daerah yang tumbuh dan belajar di Bangka Belitung, saya menyaksikan dengan jelas betapa kehadiran tambang timah telah membentuk perekonomian di daerah ini sekaligus menimbulkan luka yang mendalam bagi lingkungan. Aktivitas pertambangan yang sudah berlangsung sejak abad ke-18 memang tak bisa dipungkiri memiliki kontribusi besar terhadap pendapatan daerah serta penciptaan lapangan kerja. Namun, narasi terhadap “berkah timah” yang selama ini dikedepankan mulai tampak tidak seimbang jika kita menyaksikan kerusakan lingkungan yang terjadi secara meluas di Bangka Belitung.

Data dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa lebih dari 40% lahan bekas tambang dibiarkan dalam kondisi rusak tanpa adanya reklamasi yang memadai. Akibatnya, terjadi penurunan kesuburan tanah, pencemaran air tanah, kerusakan ekosistem, serta hilangnya keanekaragaman hayati. Lebih parah lagi, tambang lepas pantai mempercepat proses abrasi dan merusak terumbu karang, yang pada akhirnya  akan mengancam mata pencaharian nelayan dan keseimbangan ekosistem laut.

Kerusakan ini semakin diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum terkait praktik penambangan ilegal. Banyak warga melaporkan kegiatan penambangan yang berlangsung di kawasan lindung dan dekat pemukiman, namun penanganan terhadap masalah ini sering kali terlambat atau tidak tegas. Hal ini mencerminkan adanya krisis dalam tata kelola sumber daya alam yang seharusnya menjadi hak bersama seluruh masyarakat.

Sebagai seorang mahasiswa, saya menolak pandangan bahwa tambang adalah satu-satunya jalan menuju harapan ekonomi. Ketergantungan jangka panjang pada pertambangan justru mempersempit peluang kita untuk menjelajahi alternatif ekonomi yang lebih berkelanjutan pada kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung, dan secara bersamaan menyandera masa depan generasi muda dalam lingkaran kerusakan ekologi. Pembangunan ideal adalah suatu pembangunan yang berkelanjutan, yakni yang mampu menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.

Kini sudah saatnya bagi masyarakat Bangka Belitung bertransformasi dari pola pikir “mengambil dan meninggalkan” menjadi pola pikir “mengelola dan mewariskan”.  Dengan pola pikir tersebut,  Transformasi ini bisa  kita dimulai dengan penerapan praktik pertambangan yang baik, diikuti oleh reklamasi  lahan pascatambang yang dilakukan secara serius dan transparan oleh lembaga independen untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka menyejahterakan rakyat di Bangka Belitung. Sementara itu, pemerintah daerah perlu mendorong diversifikasi ekonomi dengan memanfaatkan potensi lokal yang terdapat di Bangka Belitung ini, seperti pangan khas Bangka Belitung, ekowisata, pertanian organik, dan industri kreatif yang lain sebagai alternatif pengganti dari tambang timah tersebut.

Universitas sebagai suatu wadah pusat intelektual juga harus berperan aktif dalam gerakan ini. Kampus tidak seharusnya sekadar menjadi pengamat, melainkan harus menjadi penggerak perubahan melalui riset, advokasi, dan edukasi masyarakat sekitar. Kami, para mahasiswa, siap menjadi bagian dari solusi dan mendorong kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan di Bangka Belitung ini untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di Bangka Belitung.

Oleh Karena itu, jeritan dampak dari tambang timah tidak boleh lagi diabaikan terus-menerus.  Karena masa depan Bangka Belitung bukan tergantung oleh seberapa banyak timah yang ditambang saat ini, melainkan oleh seberapa bijak kita  dałam menjaga dan mewariskan alam kepada generasi mendatang.

Oleh: Sopiyana Susanti, Mahasiswa Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Bangka Belitung.

Editor: Erna Fitri, Tim NASIONALISME.net

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *