NASIONALISME,NET, SEMARANG — Saat kami pertama kali datang ke Kelurahan Sambiroto, kami tidak hanya melihatnya sebagai lokasi KKN biasa. Kami melihat tempat ini sebagai ruang yang penuh potensi, dengan warga yang terbuka dan lingkungan yang menyimpan kekayaan alam, terutama tanaman obat keluarga atau TOGA.
Dari sanalah semua dimulai. Sebagai delapan mahasiswa dari Universitas Diponegoro yang berasal dari berbagai jurusan, kami ingin membawa sesuatu yang bermakna. Bukan sekadar hadir, tetapi meninggalkan jejak pembelajaran bersama. Maka lahirlah gagasan program bertema “Pemanfaatan TOGA Menjadi Produk Jahe Bubuk untuk Pencegahan Sindrom Metabolik melalui Edukasi dan Digitalisasi Kesehatan.”
Salah satu kegiatan awal yang kami lakukan adalah penanaman TOGA secara kolektif. Sheila Destiani Ferian, dari Fakultas Kedokteran program studi Farmasi, menginisiasi kegiatan ini dengan melibatkan ibu-ibu PKK dan perangkat kelurahan.
Kami bersama-sama membersihkan lahan kosong, menyiapkan media tanam, dan menanam berbagai jenis tanaman obat keluarga seperti pegagan, kumis kucing, dan daun salam. Kegiatan ini menjadi titik awal yang mempererat hubungan kami dengan warga. Dari aktivitas sederhana itu, kami belajar bahwa semangat gotong royong dan harapan bisa tumbuh dari tanah yang sebelumnya kosong.
Setelah tanaman mulai ditanam, muncul ide dari Rania Apta Aurena dari Ilmu Kelautan untuk melanjutkan kegiatan dengan memanfaatkan galon plastik bekas menjadi pot tanaman. Rania mengajak ibu-ibu PKK untuk mengumpulkan sampah plastik, mengubahnya menjadi pot yang bisa digunakan untuk menanam TOGA tambahan di pekarangan rumah masing-masing.
Proses menghias dan memanfaatkan galon bekas ini bukan hanya melatih kreativitas, tetapi juga menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.
Pot-pot hasil karya bersama itu kemudian digunakan untuk menanam tanaman obat seperti pegagan, kumis kucing, dan daun salam. Menurut Rania, inisiatif kecil seperti ini bisa menjadi simbol bahwa kesehatan dan kelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan.

Setelah kegiatan penanaman dan pembuatan pot berlangsung, kami melanjutkan dengan pelatihan pengolahan jahe menjadi bubuk herbal siap konsumsi. Kegiatan ini dipandu oleh teman-teman dari Farmasi, yaitu Ratu Shabrina Nararya Subagia Putri, Nihlah Nor Chalisa, dan Indah Ramadhanty.
Dalam pelatihan tersebut, kami tidak hanya berbagi cara teknis pembuatan jahe bubuk, tetapi juga menyampaikan edukasi mengenai manfaat tanaman herbal dalam menjaga kesehatan, khususnya dalam pencegahan hipertensi. Ratu menjelaskan bahwa yang kami harapkan bukan hanya warga bisa mengolah jahe secara mandiri, tetapi juga memahami pentingnya peran TOGA dalam gaya hidup sehat. Selama pelatihan berlangsung, antusiasme ibu-ibu PKK sangat terasa. Banyak dari mereka yang tertarik untuk mulai memproduksi jahe bubuk sendiri sebagai solusi kesehatan keluarga.
Ratu menjelaskan bahwa yang kami harapkan bukan hanya warga bisa membuat jahe bubuk sendiri, tetapi juga memahami manfaat tanaman herbal untuk kesehatan jangka panjang. Kami senang melihat antusiasme ibu-ibu PKK selama demonstrasi pembuatan jahe bubuk berlangsung.
Selain kegiatan kesehatan, kami juga menyadari bahwa akses informasi menjadi salah satu kunci penting dalam membangun kesadaran masyarakat. Ardy Hasan Rona Akhmad dari Informatika merancang sebuah website edukatif yang berisi informasi lengkap seputar TOGA. Website ini dilengkapi dengan QR code yang kami tempel di balai PKK dan Kelurahan Sambiroto, sehingga warga bisa memindainya langsung menggunakan ponsel untuk mengetahui manfaat dari setiap tanaman yang mereka miliki. Menurut Ardy, teknologi harus bisa menjembatani pengetahuan dan kebutuhan masyarakat dengan cara yang sederhana dan praktis.
Sementara itu, Revalino Hapsoro Darmaputra dari Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis memberikan pelatihan pemasaran digital untuk membantu ibu-ibu PKK menjual produk jahe bubuk hasil pelatihan. Ia menjelaskan bagaimana membuat desain label, menentukan harga jual, dan memasarkan produk melalui media sosial. Harapannya, produk jahe bubuk ini tidak hanya digunakan sendiri, tetapi juga bisa menjadi sumber tambahan ekonomi keluarga.
Dari sisi komunikasi dan partisipasi warga, Muhammad Daffa Alvintra dari Ilmu Pemerintahan melihat perlunya ruang yang aman dan terbuka bagi masyarakat untuk memberikan masukan. Ia membuat Google Form sebagai media saran dan kritik secara anonim yang diisi oleh warga terhadap kegiatan PKK dan kegiatan kelompok kami sendiri. Kami melihat betapa pentingnya keterbukaan dalam membangun program yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan warga. Dengan adanya form ini, suara yang selama ini belum terdengar bisa mulai diperhatikan dan menjadi bahan evaluasi untuk program kami.
Selama lebih dari satu bulan mengabdi di Kelurahan Sambiroto, kami merasakan bahwa kegiatan ini bukan sekadar menjalankan program, melainkan juga proses belajar yang nyata. Kami memahami kehidupan warga, melihat langsung bagaimana gaya hidup sehat bisa dibangun melalui hal sederhana seperti TOGA. Tanaman obat tidak hanya tumbuh di pekarangan, tetapi juga di kesadaran warga, dalam semangat gotong royong dan harapan akan hidup yang lebih sehat. Bagi kami, Sambiroto telah menjadi ruang belajar hidup yang mempertemukan ilmu, teknologi, dan kepedulian.
Kami percaya bahwa perubahan tidak selalu harus dimulai dari hal besar. Cukup dengan secangkir jahe hangat, beberapa halaman informasi di ponsel, dan sepetak tanah kecil di halaman rumah, semuanya bisa menjadi awal dari gerakan besar untuk hidup sehat. Dan Kelurahan Sambiroto telah menjadi saksi tumbuhnya gerakan itu.
Seluruh dokumentasi kegiatan KKN kami dapat diakses melalui akun Instagram @kknt.sambirotoceria, sebagai bentuk transparansi, kenang-kenangan, dan inspirasi bagi gerakan serupa di masa depan.
“Kami mungkin hanya singgah sebentar, tapi kami berharap apa yang kami tanam bersama warga akan terus tumbuh, menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari,” tulis Mahasiswa KKN-T 118 Kelompok 5 dalam pernyataan mereka.
Penulis: Kelompok 5 KKN-T 118 Universitas Diponegoro 2025