Mengupas Niat Sejati di Balik Pemberian

Avatar photo
Ilustrasi seseorang memberikan bantuan atau sumbangan kepada orang lain, merefleksikan makna sedekah tathawwu. Dalam Islam, sedekah tathawwu adalah pemberian tulus yang dilakukan tanpa paksaan atau kewajiban formal, melainkan murni dari kerelaan hati untuk mendapatkan keberkahan.

NASIONALISME.NET — Dalam setiap ajaran agama, kedermawanan selalu dipandang mulia. Dalam Islam, sedekah tak hanya janji pahala, tapi juga jalan mendekat pada Ilahi. Namun, di antara ragam sedekah, ada satu yang sering luput dari perhatian atau bahkan disalahpahami yaitu sedekah tathawwu. Ini bukan sekadar nama, melainkan cermin kejujuran niat kita saat memberi, baik kepada sesama maupun kepada Tuhan.

“Tathawwu” berarti kerelaan. Jadi, sedekah tathawwu adalah pemberian tulus dari hati, tanpa paksaan, tanpa kewajiban formal seperti zakat atau nazar. Sedekah tathawwu ini infak murni dari kesadaran, bukan karena tuntutan sosial atau pencitraan. Sayangnya, konsep ini kerap keliru dipahami sebagai amal biasa, yang mungkin masih terselubung harapan balasan instan atau pengakuan dari orang lain. Mari jujur pada diri sendiri, tindakan memberi kita sebagai manusia sering kali tidak semurni yang diidealkan. Beberapa faktor kerap memengaruhi, bahkan tanpa sadar menjauhkan kita dari esensi tathawwu yang sejati.

Kita hidup di zaman media sosial, di mana setiap kebaikan, termasuk sedekah, seringkali didokumentasikan lalu diunggah. Niatnya bisa baik, ingin menginspirasi. Tapi, berapa banyak dari kita yang tak tergoda like, pujian, atau sekadar merasa sudah berbuat baik? Sedekah tathawwu, dengan sifat sukarelanya, justru menuntut kita melepas topeng pencitraan ini. Ia menantang kita memberi dalam senyap, di mana tangan kanan memberi tanpa perlu tangan kiri tahu. Di sinilah keikhlasan sejati diuji, bukan di layar gawai. Jika niat kita mencari balasan manusia, maka di situlah pahala kita berhenti.

Kita sering terjebak anggapan sempit bahwa sedekah itu cuma soal uang. Akibatnya, banyak yang merasa “belum mampu” bersedekah karena merasa tidak punya cukup harta. Padahal, cakupan sedekah tathawwu jauh lebih luas dari sekadar materi:

  • Senyum tulus pada orang lain, mungkin terlihat kecil, tapi bagi jiwa yang gundah, itu bisa jadi cahaya lebih berharga dari uang, dan menguatkan mental juga bentuk pemberian.
  • Waktu dan perhatian, seperti meluangkan waktu mendengar keluh kesah teman, mengajari anak tetangga, atau membantu orang tua menyeberang jalan. Bukankah waktu adalah komoditas paling langka kini? Ini investasi empati.
  • Ilmu dan pengalaman yang dibagikan tanpa pamrih. Bentuk sedekah jariyah ini pahalanya terus mengalir, jauh melampaui sumbangan uang tunai, dampaknya bisa mengubah hidup seseorang.
  • Bahkan sekadar menyingkirkan duri atau sampah di jalan. Tindakan sederhana yang sering kita abaikan, padahal di mata agama, ini kemuliaan dan kepedulian.

Jadi, bicara sedekah tathawwu adalah bicara sikap hidup utuh, bukan sekadar nominal di rekening bank atau kuitansi sumbangan yang dipamerkan. Ini tentang memanfaatkan setiap potensi diri, baik materi maupun non-materi untuk memberi, terlepas dari besar kecilnya.

Melampaui Sekadar Kewajiban, zakat adalah wajib, infak yang ditentukan adalah keniscayaan. Namun, sedekah tathawwu adalah panggilan jiwa murni, keinginan memberi lebih dari yang dituntut. Ini muncul saat kita melampaui formalitas, memilih memberi bukan karena harus, melainkan karena ingin dan terpanggil. Inilah fundamental bedanya. Ini investasi jangka panjang untuk rekening di akhirat yang takkan habis, bahkan saat harta dunia lenyap. Ini bukti iman bukan sekadar teori, tapi tindakan nyata dari hati yang lapang.

Mengapa Tathawwu Penting bagi Hidup Kita?

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang serba transaksional dan materialistis, kesadaran akan sedekah tathawwu menjadi sangat relevan. Ia menawarkan:

  • Pembersihan diri otentik pada Sabda Rasulullah SAW, “Sedekah itu memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api,” bukanlah kiasan semata. Ini janji bahwa setiap pemberian tulus, sekecil apapun, membersihkan dosa, menebus khilaf, dan menenangkan jiwa.
  • Ketenangan jiwa tak terbeli karena ada kebahagiaan tak terukur dengan materi, kebahagiaan melihat senyum tulus orang yang kita bantu tanpa mereka tahu siapa kita. Tathawwu dengan keikhlasannya mendatangkan ketenangan batin sejati, mengurangi kecemasan, dan menumbuhkan rasa syukur.
  • Membangun peradaban realistis, jika setiap individu memahami dan mempraktikkan tathawwu, kita tak hanya ciptakan masyarakat dermawan finansial, tapi juga masyarakat yang empatis, peduli, saling menopang, dan tidak egois. Ini fondasi peradaban sejati, di mana keberkahan menyebar ke seluruh penjuru, dimulai dari hal-hal kecil yang sering kita abaikan.

Jadi, mari kita hentikan sejenak ‘ritual’ memberi yang mungkin masih dilandasi harapan tersembunyi. Mari renungkan makna sedekah tathawwu. Ini bukan tentang berapa banyak yang kita berikan, tapi tentang seberapa besar hati kita tulus dalam memberi.

Sudahkah kita memberi hari ini, bukan karena terpaksa, ingin dilihat, atau demi target pahala, tapi karena memang ingin berbagi dan merasa cukup atas apa yang kita miliki? Itulah esensi sedekah tathawwu yang sesungguhnya, praktik yang membawa kedamaian dan makna sejati dalam hidup.

Penulis: Nurlaili Afiatul Fajiah, Mahasiswi STEI SEBI