NASIONALISME.NET, Semarang — Sepasang suami istri yang telah lama menikah namun belum juga dikaruniai anak tentu merasa cemas dan gelisah. Usia mereka semakin bertambah, tetapi keturunan yang diharapkan belum juga hadir. Dalam ajaran Islam, umatnya diajarkan untuk tidak berputus asa dan selalu berusaha (berikhtiar) disertai dengan tawakal kepada Allah SWT, karena Allah menjanjikan bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya, termasuk dalam hal memperoleh keturunan.
Secara fitrah, proses pembuahan biasanya terjadi secara alami di dalam rahim melalui hubungan suami istri. Namun, ada kalanya proses ini mengalami kendala, misalnya karena saluran indung telur (Tuba fallopii) rusak atau tersumbat sehingga sel telur tidak dapat mencapai rahim, dan kondisi ini tidak dapat diperbaiki melalui pengobatan biasa. Selain itu, hambatan juga dapat disebabkan oleh kualitas sperma suami yang lemah atau tidak mampu mencapai rahim untuk bertemu dengan sel telur, meskipun berbagai upaya pengobatan telah dilakukan.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi serta kemajuan ilmu pengetahuan modern di bidang kedokteran dan biologi, muncul metode inseminasi buatan yang dikenal dengan istilah bayi tabung. Namun, kecanggihan teknologi ini dapat menimbulkan kekhawatiran apabila dikelola oleh orang-orang yang tidak memiliki keimanan, karena bisa berdampak buruk bagi peradaban manusia. Hal ini berpotensi merusak tatanan sosial, norma budaya, dan nilai-nilai agama, serta menimbulkan berbagai dampak negatif lain yang mungkin belum terpikirkan saat ini. Sebab, tidak semua hasil dari kemajuan teknologi sejalan dengan ajaran agama, etika, dan hukum yang berlaku di Masyarakat
Mengenai status anak hasil inseminasi atau bayi tabung dengan donor sperma atau ovum menurut hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. Sesuai UU Perkawinan pasal 42 No.1/1974: ”Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah.
Tetapi pendapat Jumhur ulama menghukuminya haram. Karena sama hukumnya dengan zina yang akan mencampur adukkan nashab dan sebagai akibat, hukumnya anak tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Sesuai firman Allah dalam surat (At-Tiin: 4) yang artinya: ”Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya”
Islam mendorong pasangan yang belum dikaruniai anak untuk terus berikhtiar dan bertawakal, namun tetap dalam batas-batas syariat. Teknologi seperti bayi tabung dapat menjadi solusi medis, tetapi penggunaannya harus sesuai dengan ajaran Islam. Inseminasi buatan atau bayi tabung dengan donor sperma atau ovum dinilai haram karena menyebabkan percampuran nasab dan bertentangan dengan hukum Islam. Oleh karena itu, kemajuan teknologi harus digunakan dengan bijak dan berlandaskan nilai-nilai agama agar tidak merusak tatanan sosial dan moral umat manusia.
Penulis: Jimmly Ashidqii, Univeristas Negeri Semarang, FMIPA, Pendidikan Biologi