Berani Bicara, Berani Percaya Diri: Public Speaking sebagai Kunci Pengembangan Diri

Avatar photo
Dua orang berbicara di depan umum pada sebuah acara di hadapan audiens. Di era digital yang kompetitif, penguasaan keterampilan public speaking tidak hanya berfungsi sebagai alat penyampaian gagasan, tetapi juga menjadi instrumen krusial bagi Generasi Z dalam membangun kepercayaan diri dan mentalitas yang tangguh.

NASIONALISME.NET, Surabaya — Di era digital yang serba cepat, kemampuan berbicara di depan umum (public speaking) bukan lagi sekadar keterampilan tambahan, melainkan kebutuhan. Generasi muda, khususnya Gen-Z dituntut tidak hanya cakap secara akademik, tetapi juga mampu menyampaikan ide, pendapat, dan gagasan secara percaya diri. Public speaking menjadi salah satu sarana utama dalam membangun kepercayaan diri, baik di lingkungan akademik, organisasi, maupun dunia profesional.

Public Speaking dan Kepercayaan Diri: Hubungan yang Saling Menguatkan

Kepercayaan diri sering kali menjadi tantangan terbesar saat seseorang harus berbicara di depan umum. Rasa gugup, takut salah, hingga khawatir dinilai orang lain kerap muncul. Namun menariknya, public speaking justru dapat menjadi alat untuk mengatasi rasa takut tersebut.

Menurut survei yang dilakukan oleh National Institute of Mental Health, sekitar 75% orang mengalami kecemasan saat berbicara di depan umum. Angka ini menunjukkan bahwa rasa gugup adalah hal yang wajar, bukan kelemahan personal. Justru, mereka yang terus melatih public speaking cenderung mengalami peningkatan rasa percaya diri secara signifikan seiring waktu.

Dale Carnegie, tokoh legendaris dalam bidang komunikasi, pernah mengatakan:

“There are always three speeches for every one you actually gave: the one you practiced, the one you gave, and the one you wish you gave.”

Kutipan ini menegaskan bahwa public speaking adalah proses belajar berkelanjutan, bukan tuntutan kesempurnaan.

Latihan Bicara = Latihan Mental

Public speaking tidak hanya melatih kemampuan verbal, tetapi juga mental. Saat seseorang berani berdiri dan berbicara di hadapan audiens, ia sedang melatih keberanian, pengendalian emosi, dan kepercayaan pada kemampuan diri sendiri.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Applied Psychology menunjukkan bahwa individu yang aktif berbicara dalam diskusi atau presentasi memiliki self-esteem lebih tinggi dibandingkan mereka yang pasif. Hal ini terjadi karena pengalaman berbicara memberi sense of achievement yaitu perasaan bahwa diri sendiri mampu menghadapi tantangan.

Dalam konteks mahasiswa, public speaking sering hadir dalam bentuk presentasi kelas, menjadi moderator, MC, atau terlibat dalam organisasi. Pengalaman-pengalaman ini, jika dimaknai dengan positif, dapat menjadi fondasi kuat dalam pembentukan kepercayaan diri jangka panjang.

Public Speaking di Era Media Sosial

Menariknya, public speaking kini tidak lagi terbatas pada panggung fisik. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube membuka ruang baru untuk berbicara di hadapan publik secara digital. Konten berbasis opini, edukasi, maupun storytelling adalah bentuk lain dari public speaking modern.

Menurut laporan We Are Social (2024), lebih dari 60% Gen Z Indonesia aktif mengonsumsi dan memproduksi konten video. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbicara secara percaya diri di depan kamera juga menjadi kompetensi penting. Mereka yang terbiasa menyampaikan pesan dengan jelas dan meyakinkan cenderung lebih percaya diri dalam membangun personal branding.

Seperti yang dikatakan oleh pakar komunikasi Allan Pease:

“Confidence comes not from always being right, but from not fearing to be wrong.”

Public speaking mengajarkan bahwa salah bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses tumbuh.

Membangun Kepercayaan Diri Lewat Public Speaking: Bisa Dilatih

Kepercayaan diri bukan bakat bawaan, melainkan hasil latihan. Beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk membangun kepercayaan diri melalui public speaking antara lain:

  1. Mulai dari lingkup kecil, seperti diskusi kelompok atau presentasi singkat.
  2. Persiapan yang matang, karena rasa percaya diri tumbuh dari pemahaman materi.
  3. Evaluasi diri secara positif, fokus pada progres, bukan kekurangan.
  4. Konsistensi latihan, karena keberanian muncul dari kebiasaan.

Semakin sering seseorang berbicara di depan umum, semakin terbiasa ia dengan sorotan audiens. Dari situlah rasa percaya diri perlahan terbentuk dan menguat.

Public speaking bukan tentang menjadi pembicara paling hebat, melainkan tentang berani menyampaikan suara diri sendiri. Dalam prosesnya, kepercayaan diri akan tumbuh seiring pengalaman, latihan, dan kemauan untuk terus belajar. Di tengah dunia yang kompetitif, mereka yang berani bicara adalah mereka yang berani melangkah lebih jauh.

Karena pada akhirnya, kepercayaan diri bukan soal tidak takut melainkan berani berbicara meski rasa takut itu ada. Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas dosen pengampu mata kuliah Public Speaking, Drs. Widiyatmo Ekoputro, M.A., sebagai bentuk pemahaman mahasiswa terhadap public speaking sebagai kunci pengembangan diri di era saat ini.

Penulis: Satria Bagus Panji (1152400147)
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Dosen Pengampu: Drs. Widiyatmo Ekoputro, M.A.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Public Speaking

Editor: Hafizh Abqori, Tim NASIONALISME.net