Kebijakan yang Berbeda untuk Pertumbuhan Ekonomi: Indonesia Menaikkan PPN Sedangkan Vietnam Menurunkan PPN?

  • Bagikan
Ilustrasi Pertumbuhuan Ekonomi (Gerd Altmann/Pixabay)

NASIONALISME.NET, JAKARTA — Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia menjadi 12% mulai Januari 2025 menuai pro dan kontra. Pemerintah menyatakan bahwa tarif ini hanya akan dikenakan pada barang-barang mewah seperti mobil, apartemen, dan rumah mewah,namun banyak dari barang kebutuhan yang tidak masuk kategori mewah juga terdampak atas kenaikan tersebut dikutip dari website inilah.com, beberapa produk barang dan jasa seperti kuota internet, cicilan motor, multivitamin, dan beberapa platform streaming juga terdampak PPN 12%.

Pemerintah memang mengatakan bahan pokok tidak dikenakan PPN 12%, hanya saja efek domino dari kenaikan pajak tersebut tetap akan mempengaruhi harga bahan pokok, sehingga mau tidak mau harga sembako juga akan naik disebabkan alasan biaya produksi, transportasi dan biaya operasional yang ikut naik.

Tentunya para pengusaha yang terdampak dalam kenaikan pajak ini akan mencari cara agar keuntungan tetap didapat dengan menaikkan harga barang yang dijual atau menurunkan kualitas produk yang dijual, keduanya tidak cukup efektif untuk dijadikan solusi.

Negara tetangga kita yang merupakan bagian dari ASEAN, Vietnam, kembali membuat gebrakan baru dengan meluncurkan kebijakan untuk menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 8% yang berlaku hingga pertengahan 2025. Kebijakan ini merupakan perpanjangan dari pemotongan tarif PPN yang telah diterapkan sejak 2022, dan disetujui oleh Majelis Nasional Vietnam pada 30 November 2024.

Tujuan utama dari penurunan tarif ini adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan konsumsi domestik pascapandemi Covid-19. Dengan pengurangan PPN, pemerintah berharap dapat menurunkan biaya barang dan jasa, yang diharapkan akan menaikkan konsumsi masyarakat dan mendukung sektor-sektor bisnis yang tertekan akibat dampak pandemi.

Kenaikan PPN menjadi 12% dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut analisis dari Center of Economic and Law Studies (Celios), kenaikan ini diperkirakan akan menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan.

Dalam situasi di mana inflasi dan biaya hidup sudah tinggi, tambahan beban pajak ini dapat mengurangi daya beli masyarakat secara signifikan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengkhawatirkan bahwa kenaikan PPN dapat menekan daya beli masyarakat.

Ia menyatakan bahwa meskipun tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan penerimaan negara, implementasinya dapat memperburuk perlambatan konsumsi domestik, yang merupakan kontributor utama bagi pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah Indonesia seharusnya mempertimbangkan untuk mengadopsi pendekatan serupa dengan Vietnam dalam merancang kebijakan pajak. Alih-alih menaikkan PPN, pemerintah dapat mencari cara lain untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat secara langsung.

Misalnya, Implementasi pajak kekayaan (wealth tax) bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pajak ini dikenakan terhadap individu atau entitas yang memiliki kekayaan di atas ambang tertentu.

Dengan sistem pajak progresif ini, pemerintah tidak hanya mendapatkan pendapatan tambahan tetapi juga dapat membantu mengurangi ketimpangan ekonomi di masyarakat.Karna dengan menaikkan PPN walaupun dengan embel-embel hanya untuk barang mewah tetap akan berimbas kepada masyarakat menengah kebawah dan bisa jadi tidak cukup signifikan dirasakan masyarakat kelas atas.

Kebijakan fiskal harus dirancang dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Menaikkan PPN di tengah kondisi ekonomi yang sulit dapat menciptakan ketidakpuasan dan ketidakstabilan sosial.Pemerintah juga seharusnya menampung dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang sudah beredar di internet maupun yang langsung demo di gedung gedung pemerintahan.

Tidak menaikkan PPN seharusnya menjadi salah satu cara pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi indonesia melalui kemampuan daya beli masyarakat yang semakin meningkat. Sama seperti pendekatan seperti yang dilakukan Vietnam yang menunjukkan bahwa mendorong konsumsi melalui pengurangan pajak dapat membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Dengan melihat keberhasilan Vietnam dalam menurunkan PPN sebagai langkah strategis untuk merangsang ekonomi, Indonesia seharusnya belajar dari kebijakan yang pro rakyat kecil.Sangat diperlukan keramahan pemerintah dalam merangkul masyarakat terutama kalangan menengah kebawah, mengingat populasi rakyat Indonesia secara garis besar juga masih banyak yang berada dibawah garis kemiskinan.

Sekecil apapun kebijakan pemerintah akan sangat berdampak pada masyarakat.Implementasi kebijakan yang lebih mendukung daya beli masyarakat akan membantu menciptakan stabilitas ekonomi dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi kembali kebijakan fiskalnya dan mencari cara untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Penulis: Rapida Ginni, Mahasiswa Institut Agama Islam Tazkia

Editor: Erna Fitri, Tim NASIONALISME.net

Editor: Nur Ardi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *