Ketegangan Politik dan Etnis: Jalan Tengah melalui Kesepakatan Bougival antara New Kaledonia dan Prancis di Tahun 2025

Avatar photo

NASIONALISME.NET — Politik New Kaledonia diwarnai oleh ketegangan antara kelompok pro-kemerdekaan yang didominasi oleh masyarakat asli Kanak, dan kelompok pro-Prancis yang sebagian besar berasal dari penduduk non-pribumi. Sistem politiknya berjalan dalam kerangka otonomi khusus di bawah kedaulatan Prancis berdasarkan Perjanjian Nouméa 1998. Politik didominasi oleh partai anti-kemerdekaan seperti The Rally-UMP dan Avenir Ensemble yang cenderung menolak kemerdekaan, namun juga ada blok pro-kemerdekaan yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional Sosialis Kanak (FLNKS).

Ketegangan ini dipicu oleh Pemerintah Prancis yang mengusulkan reformasi untuk memperluas syarat hak pilih dalam pemilu lokal, termasuk mengikutsertakan penduduk non-pribumi yang telah tinggal lebih dari 10 tahun. Kanak memandang ini sebagai ancaman terhadap representasi politik mereka, yang selama ini terlindungi dalam perjanjian Nouméa. Kanak sebagai penduduk asli menuntut pengakuan kedaulatan yang lebih besar dan perlindungan identitas budaya mereka, sementara kelompok non-pribumi banyak yang menginginkan agar New Caledonia tetap menjadi bagian dari Prancis. Ketegangan ini memuncak ditandai dengan kerusuhan pada Mei 2024 persaingan antara penduduk asli Kanak dan kelompok non-pribumi. Sehingga menyebabkan korban jiwa dan kerusakan besar, menandai krisis politik yang mengguncang wilayah.

Pemerintah Prancis dan New Kaledonia mencapai kesepakatan penting pada bulan Juli 2025. Setelah negosiasi di Prancis, para pihak menandatangani perjanjian 13 halaman yang membentuk “Negara New Kaledonia” di bawah kekuasaan Prancis yang berkelanjutan, tetapi dengan otonomi lokal yang lebih besar. Perjanjian ini mencakup ketentuan untuk referendum mendatang pada tahun 2026, pengenalan kewarganegaraan New Kaledonia (bersamaan dengan kewarganegaraan Prancis yang berkelanjutan), dan persyaratan tinggal minimal 10 tahun untuk memenuhi syarat pemilihan. Fokus ekonomi utama perjanjian ini adalah menghidupkan kembali industri nikel di wilayah tersebut, yang vital bagi lapangan kerja lokal dan strategi industri Prancis.

Bagi Kelompok kanak, kesepakatan tersebut bukanlah langkah yang memenuhi aspirasi mereka untuk kemerdekaan penuh dan kedaulatan sejati. Kelompok ini menegaskan bahwa Kesepakatan Bougival hanya menawarkan “daya tarik kedaulatan”, Kelompok Kanak melihat Kesepakatan Bougival cenderung memperpanjang warisan Kolonial. Mereka menyatakan bahwa solusi sejati harus berdasarkan kemerdekaan penuh, di mana rakyat Kanak memiliki kendali penuh atas masa depan mereka tanpa campur tangan Prancis. Oleh karena itu, mereka tetap menolak secara tegas kesepakatan ini dan tetap mengupayakan pencapaian kemerdekaan penuh melalui perjuangan politik dan diplomasi.

Penulis: Marvin Juan Yosra Muabuay, Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Cenderawasih