NASIONALISME.NET, Banyuwangi – Jejak sejarah penting kembali terungkap. Pangeran Ratu Cahya Negara Raden Muhammad Hanif Nasrul Rachman, Raja Muda Kenawangan ke-VI, berhasil menemukan makam Pangeran Adipati Abdurrahman, Raja Kenawangan pertama sekaligus datuk dari Kiai Saleh Lateng. Makam tersebut ditemukan di kompleks pemakaman bersejarah Kampung Mandar, Banyuwangi.
Pangeran Adipati Abdurrahman dikenal dalam catatan sejarah sebagai Adipati Kesultanan Palembang sekaligus pendiri Kerajaan Kenawangan di Sukamara, Kalimantan Tengah.
Kisah berdirinya Kerajaan Kenawangan bermula dari sepucuk surat permohonan masyarakat Kenawan di wilayah Permata Kecubung, Sukamara, yang meminta pertolongan kepada Sultan Palembang. Menanggapi permohonan itu, Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom mengutus Pangeran Adipati Abdurrahman untuk memimpin pasukan gabungan dari Kesultanan Palembang, Jambi, dan Lampung dalam membantu rakyat Kenawan melawan tekanan dan penindasan kolonial Belanda.
Pertempuran besar pun terjadi di tanah Kenawan. Berkat kepemimpinan dan strategi Pangeran Adipati Abdurrahman, rakyat Kenawan berhasil mengusir penjajah. Atas jasa besar tersebut, Sultan Imanuddin dari Kesultanan Kotawaringin menganugerahkan sebidang tanah perdikan di wilayah Kenawan kepada sang pangeran. Dari sanalah lahir Kerajaan Kenawangan, yang kemudian menjadi simbol persatuan antara bangsawan Palembang dan masyarakat Kenawan.
Namun kejayaan itu tidak berlangsung lama. Seiring melemahnya pengaruh politik dan meningkatnya tekanan kolonial, Kerajaan Kenawangan perlahan mengalami kemunduran hingga akhirnya runtuh. Kepemimpinan kerajaan dilanjutkan oleh kakak Pangeran Adipati Abdurrahman, Kiagus Abdur Razaq, yang meneruskan kejayaan Kenawangan hingga empat generasi. Sultan terakhir dikenal dengan gelar Marhum di Laga.
Dari seluruh raja yang pernah memerintah, hanya dua yang meninggalkan keturunan, yaitu Pangeran Adipati Abdurrahman dan Pangeran Ratu Abdur Razaq. Namun, keturunan terakhir dari garis tersebut tidak memiliki penerus, sehingga seiring berjalannya waktu, Kerajaan Kenawangan pun tenggelam dalam senyapnya sejarah.
Setelah menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Pangeran Ratu Abdur Razaq, Pangeran Adipati Abdurrahman memilih meninggalkan tanah Kalimantan untuk kembali ke Palembang. Ia tetap mengabdi kepada Kesultanan Palembang sebagai Adipati hingga masa pengasingan Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom oleh Belanda.
Sebelum diasingkan, sang sultan berpesan agar Pangeran Adipati Abdurrahman meninggalkan Palembang yang telah dikuasai Belanda. Dengan berat hati, beliau kemudian berhijrah ke Marengan Laok, Sumenep, Madura, sebelum akhirnya menetap di Kampung Mandar, Banyuwangi, hingga akhir hayatnya.

Penemuan makam tersebut dilakukan bersama Puang Faisal, setelah melalui serangkaian penelitian dan penelusuran panjang di beberapa wilayah Banyuwangi. Sebelumnya, Pangeran Ratu menelusuri kawasan Ketapang dan Kampung Melayu, namun tidak menemukan jejak makam yang dimaksud.
“Awalnya kami mendapat informasi dari keluarga besar Kiai Saleh Lateng bahwa makam Pangeran Adipati Abdurrahman berada di Ketapang. Setelah kami telusuri ke warga setempat, ternyata tidak ditemukan makam beliau di sana,” ungkap Pangeran Ratu Cahya Negara, Sabtu (11/10/2025).
Pencarian kemudian berlanjut ke Kampung Mandar, daerah yang dikenal memiliki banyak peninggalan sejarah kerajaan dan ulama terdahulu. Berkat bantuan masyarakat setempat, makam Pangeran Adipati Abdurrahman akhirnya berhasil ditemukan.
Yang menarik, di sisi makam tersebut juga terdapat pusara Gusti Rahayu Intan, ibunda Pangeran Adipati Abdurrahman, yang memiliki garis keturunan langsung dari Sultan Tamjidillah I, Kesultanan Banjar.
“Penemuan ini bukan hanya soal sejarah keluarga, tetapi juga menguatkan hubungan antara Kesultanan Banjar dan Banyuwangi yang telah terjalin sejak masa lampau,” tambahnya.
Menurutnya, hasil penelitian ini sekaligus mematahkan anggapan lama yang menyebut makam Pangeran Adipati Abdurrahman berada di Ketapang. Temuan ini juga memperkaya catatan sejarah hubungan antar-kesultanan di Nusantara.
“Ini bukan sekadar menemukan makam, tetapi meneguhkan kembali identitas dan warisan leluhur yang hampir terlupakan. Semoga temuan ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk menjaga sejarah bangsanya,” tutup Pangeran Ratu Cahya Negara.
Puang Faisal turut menambahkan, “Dengan penemuan makam Pangeran Adipati Abdurrahman ini, maka terbukalah tabir lama bahwa telah terjalin hubungan antara Kerajaan Kenawangan (Sukamara), Kesultanan Palembang, dan Kesultanan Banjar dengan masyarakat Mandar Banyuwangi, sebuah ikatan sejarah yang tidak dapat dipisahkan.”

Penemuan ini disambut antusias oleh masyarakat Kampung Mandar serta para pemerhati sejarah lokal Banyuwangi, yang menilai langkah tersebut sebagai upaya nyata mengangkat kembali kejayaan budaya dan sejarah leluhur yang sempat terpendam.
Puang Faisal turut menambahkan, “Dengan penemuan makam Pangeran Adipati Abdurrahman ini, maka terbukalah tabir lama bahwa telah terjalin hubungan antara Kerajaan Kenawangan (Sukamara), Kesultanan Palembang, dan Kesultanan Banjar dengan masyarakat Mandar Banyuwangi, sebuah ikatan sejarah yang tidak dapat dipisahkan.”
Sekjen FSKN, KRAy. Naniek Widayati Priyomarsono, M.T. juga turut menanggapi penemuan makam tersebut. Prof. Naniek, beliau biasa disapa, mengatakan, “Selamat atas penemuan makam Pangeran Adipati Abdurrahman, semoga dengan penemuan makam ini dapat membuka lembaran baru kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia, bahwa di Banyuwangi terdapat keturunannya, khususnya ditujukan kepada Kerajaan Kenawangan (Sukamara), Kesultanan Banjar dan Kesultanan Palembang Darussalam, khususnya Kesultanan Palembang yang dari Trah SUNAN KUDUS!. ”
Penemuan ini disambut antusias oleh masyarakat Kampung Mandar serta para pemerhati sejarah lokal Banyuwangi, yang menilai langkah tersebut sebagai upaya nyata mengangkat kembali kejayaan budaya dan sejarah leluhur yang sempat terpendam.