Membangun Kembali Kepercayaan Publik: Upaya Pemerintahan Baru Vanuatu Pasca Gempa dan Ketidakstabilan Politik

Avatar photo

NASIONALISME.NET — Vanuatu mengalami ketidakstabilan politik yang berkepanjangan, dengan pergantian kepemimpinan mencapai lima kali dalam tiga tahun terakhir. Fenomena ini disebabkan oleh perpindahan partai oleh anggota parlemen (party-hopping) dan ancaman mosi tidak percaya terhadap pemerintah. Ketidakstabilan politik memunculkan kekecewaan bahkan apatisme di kalangan masyarakat, yang tercermin dalam peningkatan angka golput dan kritik publik melalui lagu dan opini publik. Masyarakat menuntut agar para politisi sungguh-sungguh melaksanakan janji kampanye mereka.

Dampak Bencana alam terhadap stabilitas politik di Vanuatu

Situasi krisis yang diakibatkan oleh bencana alam memperparah ketidakstabilan politik yang sebelumnya sudah menjadi masalah di Vanuatu. Gempa bumi dahsyat bermagnitudo 7,3 yang mengguncang Vanuatu pada Desember 2024 menyebabkan kerusakan parah di ibu kota Port Vila, mempengaruhi infrastruktur vital, menyebabkan korban jiwa, dan mengganggu layanan dasar seperti listrik dan air bersih. Dalam situasi darurat tersebut, pemerintah harus segera mengalihkan sumber daya dan energi untuk penanganan bencana dan bantuan kemanusiaan, yang juga memperberat tantangan yang sudah ada dalam pemerintahan.

Upaya Pemerintahan baru Vanuatu dalam membangun kepercayaan Publik

Salah satu langkah strategis untuk mengatasi hal ini adalah dengan penerapan konsep kontrak politik, yakni pakta integritas yang harus dipatuhi oleh para anggota parlemen sebagai bentuk pertanggungjawaban atas janji-janji politik mereka. Setelah pergantian pemerintahan yang bergolak dan pemilu 2025 yang berlangsung di tengah suasana darurat pasca gempa, pemerintahan yang dipimpin oleh PM Jotham Napat meluncurkan rencana kerja 100 hari dengan fokus pada reformasi tata kelola pemerintahan dan pemulihan ekonomi serta infrastruktur. Kontrak politik ini menegaskan komitmen anggota parlemen untuk merealisasikan janji kampanye secara transparan dan bertanggung jawab, sehingga mengurangi kekecewaan publik yang selama ini merasa bahwa politisi lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada rakyat.

Perdana Menteri (PM) Jotham Napat telah mengumumkan rencana 100 hari pemerintah, yang bertujuan untuk mengatasi berbagai masalah penting, termasuk stabilitas politik, pemulihan ekonomi, dan pembangunan kembali infrastruktur.

“Kita telah melalui begitu banyak hal sebagai sebuah negara, mulai dari krisis politik hingga gempa bumi baru-baru ini, yang telah berdampak signifikan pada pendapatan pemerintah kita. Rencana ini merupakan kesempatan bagi kita untuk bersatu dan menangani bidang-bidang utama yang akan mendorong negara kita maju,” ujar Napat.

Setiap menteri pemerintah akan diberikan salinan rencana untuk memastikan keselarasan di semua sektor. Fokus utama adalah reformasi politik, khususnya penguatan struktur tata kelola negara. Optimisme diungkapkan mengenai reformasi yang dihasilkan oleh perubahan terkini, termasuk penerapan Pasal 17A dan 17B, yang telah membantu merampingkan operasional pemerintahan. Kemudian, Pemulihan infrastruktur terutama di wilayah terdampak gempa bumi, juga merupakan bagian penting dari rencana tersebut. Pemerintah telah memprioritaskan upaya pembangunan kembali di kawasan pusat bisnis ibu kota, dengan Wakil Perdana Menteri dan stafnya menyusun kerangka kerja untuk mendukung sektor swasta dalam pemulihan ini.

Pemerintah berfokus pada penyelarasan tujuan pembangunannya dengan kerja sama keamanan internasional, termasuk inisiatif seperti Inisiatif Nakamal. Hal ini akan memastikan bahwa prioritas pembangunan ekonomi dan bantuan negara terkoordinasi dengan baik dengan pertimbangan keamanan.

Penulis: Jeaneline Jesenia Paprindey, Mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Cenderawasih