NASIONALISME.NET, DEMAK — Belajar berani, tanpa menyakiti. Begitulah yang disampaikan oleh Djadog Adnan Fatahilah, mahasiswa program studi Ilmu Hukum yang merupakan salah satu anggota Tim 18 KKN-T Universitas Diponegoro saat kegiatan sosial kemasyarakatan mengajar di SD Negeri Purworejo 1, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak pada Sabtu (17/05/2025).
Persoalan bullying dalam lingkungan sekolah merupakan salah satu persoalan yang mengkhawatirkan dan cenderung sulit untuk diatasi sejak dulu. Sebab, di tingkat sekolah dasar, bullying sering dianggap sebagai “main-main”, padahal dampaknya sangat serius terhadap perkembangan anak.
Hasil Asesmen Nasional Kemendikbud (2021‑2022) menunjukkan 36,31 % murid SD berpotensi mengalami bullying, sementara 24,4 % peserta didik dari seluruh jenjang melaporkan mengalami perundungan. Maka, untuk menjawab persoalan tersebut, Tim KKN-T 18 Universitas Diponegoro melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan untuk mengedukasi siswa SD Negeri Purworejo 1 tentang perilaku bullying.
Dalam kegiatan ini, Tim 18 KKN-T Universitas Diponegoro mengajak siswa SD Negeri Purworejo untuk bersama-sama memahami apa itu bullying, cara mencegah perundungan, dan apa yang harus dilakukan ketika terjadi perundungan di lingkungannya dengan pembelajaran yang interaktif.
Kegiatan yang berlangsung selama satu hari ini dikemas secara menarik melalui pendekatan partisipatif yang melibatkan permainan edukatif, pemutaran video pendek, serta sesi tanya jawab yang aktif. Anak-anak diajak mengenali bentuk-bentuk perundungan mulai dari verbal, fisik, sosial, hingga perundungan daring (cyberbullying), yang kini mulai marak meski di usia dini.
Pendekatan yang digunakan bertujuan agar materi tidak terasa menggurui, tetapi justru membangun kesadaran dan empati secara alami dari dalam diri anak.
Materi pembelajaran yang diberikan juga dikembangkan dengan berpedoman pada Permendikbud No. 82 Tahun 215 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Dalam aturan tersebut, sekolah didorong untuk menjadi tempat yang aman dan nyaman, bebas dari kekerasan fisik maupun psikologis.
Kegiatan Tim 18 KKN-T ini sejalan dengan amanat tersebut, serta mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) poin ke-4, yakni pendidikan berkualitas yang inklusif dan aman.
“Kami ingin anak-anak paham bahwa menjadi berani bukan berarti menjadi kasar. Justru, keberanian yang sejati adalah ketika kita bisa menghargai orang lain dan berani membela yang lemah,” ujar Djadog.
Ia menambahkan bahwa edukasi seperti ini penting dikenalkan sejak dini karena anak-anak adalah fase pembentukan karakter yang paling krusial. Lebih lanjut, kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal dari upaya panjang untuk menciptakan ruang belajar yang ramah anak dan penuh kasih.

Siswa SDN Purworejo 1 diajak untuk memiliki kepekaan sosial sekaligus menginternalisasi nilai-nilai perlindungan hukum bagi kelompok rentan seperti anak-anak. Bullying atau perundungan bukan sekadar persoalan kenakalan anak semata, melainkan merupakan bentuk kekerasan yang sistemik dan berdampak serius terhadap perkembangan psikososial anak.
Dalam tingkat pendidikan dasar, bullying sering kali terjadi dalam bentuk yang dianggap “wajar” atau “main-main”, padahal tindakan seperti mengejek nama orang tua, mencemooh fisik teman, hingga mengucilkan teman dari pergaulan adalah bentuk nyata dari kekerasan psikologis.
Bullying bukanlah hal sepele. Ia adalah bentuk kekerasan yang dapat melukai secara diam-diam dan meninggalkan luka jangka panjang. Oleh karena itu, edukasi yang sederhana namun tegas perlu dihadirkan sejak bangku sekolah dasar.
Harapannya, anak-anak tidak hanya tahu bagaimana bersikap baik, tetapi juga memahami bahwa setiap tindakan memiliki akibat, dan bahwa keberanian yang sejati adalah berani untuk tidak menyakiti.
Tindakan bullying umumnya terjadi karena pelaku merasa kedudukannya lebih tinggi daripada subjek yang dirundung. Padahal, semsetinya semua anak berhak diperlakukan adil dan tidak boleh dirundung. Salah satu materi penting dalam Ilmu Hukum, khususnya hukum perlindungan anak dan hukum pidana, adalah tentang hak anak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang dalam lingkungan yang aman (Pasal 4 UU No. 35 Tahun 214).
Pengabdian mengajar ini mencerminkan komitmen mahasiswa hukum dalam memperjuangkan hak tersebut dengan cara edukatif. Ini juga sejalan dengan prinsip bahwa hukum tidak hanya represif (menghukum), tetapi juga preventif dan edukatif.
Kegiatan ini bukan sekadar kegiatan sosial, tetapi bagian dari strategi pendidikan hukum masyarakat, yang menjadi salah satu pilar dalam tridarma perguruan tinggi: pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Mahasiswa Ilmu Hukum tidak hanya belajar norma dan pasal-pasal secara teoritis, tetapi juga didorong untuk memahami bagaimana hukum hadir dalam kehidupan masyarakat. Bullying, meskipun sering terjadi di lingkungan pendidikan dasar, merupakan persoalan hukum karena mengandung unsur pelanggaran terhadap hak-hak anak.
Dengan menyelenggarakan kegiatan edukasi anti-bullying, mahasiswa hukum mengaplikasikan ilmunya secara nyata dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam memberikan kesadaran hukum sejak dini. Lebih dari itu, kegiatan ini menunjukkan bahwa mahasiswa hukum tidak hanya bicara soal pasal, tapi juga berperan aktif dalam mewujudkan keadilan sosial di tingkat akar rumput.
Editor: Erna Fitri, Tim NASIONALISME.net