NASIONALISME.NET, PAPUA — Greenpeace adalah Jejaring kampanye global independen yang didirikan di Kanada pada tahun 1971 oleh Irving Stowe dan Dorothy Stowe, aktivis lingkungan imigran dari Amerika Serikat.
Greenpeace berfokus pada kampanye lingkungan global dan menyuarakan kedamaian, tujuan utama Greenpeace yaitu menjaga agar bumi tetap mampu menopang kehidupan dalam segala keberagamannya dengan melindungi keanekaragaman hayati dan Greenpeace dalam misi-misinya juga bertujuan mencegah polusi udara, mengakhiri ancaman nuklir, dan mempromosikan perdamaian serta non-kekerasan. Greenpeace juga telah beroperasi di berbagai negara di dunia, tercatat lebih dari 55 negara di dunia dengan melalui jaringan global, Organisasi ini menggunakan aksi konfrontatif, kreatif, dan tanpa kekerasan.
Greenpeace menggunakan pendekatan konfrontasi kreatif tanpa kekerasan untuk mengangkat isu-isu lingkungan dan mempengaruhi kebijakan publik dan sektor swasta demi keberlanjutan lingkungan hidup.
Di negara Indonesia Greenpeace hadir pada tahun 2005 yang pada saat itu memiliki kantor pusat di jakarta, greenpeace secara resmi terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM sebagai sebuah perkumpulan dengan enam pendiri berdasarkan akta pendiriannya. Pada tahun itu juga Greenpeace Indonesia memusatkan kampanye pada isu kehutanan, energi, air, dan kelautan.
Greenpeace di Indonesia menjalankan aksi-aksi damai dan independensi, dan promosi solusi, serta tidak menerima pendanaan dari pemerintah atau korporasi.
Sejak hadirnya Greenpeace di Indonesia pada tahun 2005, Greenpeace mulai aktif di Papua yang bertujuan menyuarakan isu-isu deforestasi hutan adat. Di Papua sendiri tanah adat merupakan harta yang dijaga bagi masyarakat Papua, nilai leluhur, rumah, budaya, ladang pencari makan dan sumber kehidupan, semua berasal dari hutan adat di Papua. Masyarakat adat menganggap hutan adat diandaikan sebagai “mama” atau “ibu”, yang dalam artian sebagai sumber kehidupan atau penjaga bagi masyarakat.
Namun yang menjadi polemik dan isu hangat di Papua adalah permasalahan Pembangunan Strategi Nasional (PSN), yang merasa merugikan bagi hutan dan juga masyarakat adat di Papua. Seperti contoh kasus-kasus yang terjadi di Papua, yaitu:
1. Kasus PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) di Boven Digoel
Greenpeace berperan aktif dalam mendukung masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel dalam menghadapi kasus PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) yang berencana membuka lahan perkebunan kelapa sawit di hutan adat mereka.
2. Kasus PT permata nusa mandiri (PT PNM) di lembah grime nawa
Meski izin telah dicabut oleh pemerintah pada awal tahun 2022, (PT PNM) masih terus beroperasi secara ilegal dengan membuka hutan di lembah grime nawa. Dalam kasus ini Greenpeace juga berperan aktif dalam mendukung masyarakat adat dengan melakukan kampanye publik untuk menyelamatkan lembah grime nawa.
Greenpeace terus menekan pemerintah agar menindak tegas (PT PNM) yang melanggar izin dan merusak hutan.
3. PT Korindo group asal korea selatan
Perusahaan kelapa sawit asal korea selatan ini secara sengaja membakar lahan sekitar 57.000 hektar untuk membuka lahan perkebunan sawit di Merauke Papua.
Dalam kasus ini juga Greenpeace meminta kepada pemerintah demi meminta pertanggungjawaban dari PT korindo atas kebakaran hutan yang besar dan pembukaan lahan secara besar besaran yang berdampak buruk pada kesehatan masyarakat sekitar.
Saat ini, Greenpeace berperan aktif menangani kasus tambang nikel di Raja Ampat yang dengan adanya aktivitas pertambangan nikel di raja ampat dapat memicu terjadinya pembabatan hutan (Deforestasi) yang dapat mengakibatkan erosi tanah, pencemaran air tanah dan air laut akibat limbah dari tambang nikel tersebut dan perubahan iklim lokal.
Selain itu, aktivitas pertambangan nikel di raja ampat juga dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem laut seperti kerusakan terumbu karang akibat sedimentasi (timbunan lumpur) dan gangguan pada flora dan fauna, memicu juga masalah kesehatan seperti pencemaran air yang dapat menyebabkan penyakit, dan dampak kesehatan lainnya akibat paparan zat kimia dari tambang mengingat bahwa masyarakat sekitar sebagian besar hidupnya bergantung pada hasil laut seperti perikanan dan memanfaatkan keindahan alam raja Ampat sebagai objek wisata yang dikenal dunia, raja ampat dikenal sebagai “Surga Terumbu Karang Dunia”.
Raja Ampat menawarkan beragam kehidupan makro yang menakjubkan, termasuk ratusan spesies nudibranch yang berwarna-warni dan tidak biasa, sedikitnya lima spesies kuda laut kerdil, ikan pipa, beberapa spesies ikan kodok, gurita cincin biru kecil, moluska yang luar biasa dan masih banyak lagi spesies ikan yang dilindungi di perairan raja Ampat.
Aksi-aksi dari Greenpeace yang menyuarakan “SAVERAJAAMPAT” membuahkan hasil yang baik, setidaknya ada 4 Izin tambang yang di resmi di cabut pemerintah atas perintah Presiden RI. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan empat perusahaan yang dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.
Penulis: Irvan Anderi
Editor: Erna Fitri, Tim NASIONALISME.net