Pengaruh Teknologi Terhadap Pelestarian Bahasa Daerah yang Terancam Punah pada Masa Modernisasi

  • Bagikan
Malu Berbahasa Daerah Sama Saja Malu dengan Ibu Sendiri Halaman 1 - Kompasiana.com
Malu Berbahasa Daerah Sama Saja Malu dengan Ibu Sendiri. Dok. Kompasiana.com

NASIONALISME.NET — Perkembangan zaman telah membawa dampak besar pada berbagai segi kehidupan manusia, termasuk di Indonesia.

Dari kemajuan teknologi hingga terjadinya globalisasi, kita telah menyaksikan perkembangan yang luar biasa. Meskipun begitu banyak manfaat yang didapat, terdapat satu hal penting dari warisan budaya yang terancam punah, yakni bahasa daerah.

Bahasa daerah adalah warisan budaya yang sangat berharga. Menurut informasi terbaru dari Peta Bahasa Kemdikbud (https://petabahasa.kemdikbud.go.id/), telah teridentifikasi dan divalidasi sebanyak 718 bahasa daerah di Indonesia dari 2. 560 daerah pengamatan.

Ragam bahasa yang beraneka ini mencerminkan keindahan kekayaan budaya yang mengagumkan. Namun, dalam zaman modernisasi, bahasa-bahasa tersebut mendapati ancaman yang signifikan.

Menurut data yang dihimpun dari Ethnologue pada tahun 2023, terdapat 24 bahasa daerah di Indonesia yang kini tidak digunakan lagi atau tidak memiliki penutur, sama sekali.

Saat ini, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara dengan jumlah bahasa daerah terbanyak. Pada akhir abad ke-21, diperkirakan bahwa lebih dari separuh bahasa daerah di Indonesia akan menghilang.

Berdasarkan informasi yang terdapat dalam Data Pokok Kebahasaan dan Kesastraan (https://dapobas. kemdikbud. go. id/) yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, terdapat sejumlah provinsi di Indonesia di mana jumlah bahasa yang mengalami kepunahan terbanyak.

Beberapa provinsi yang dimaksud adalah Maluku, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Maluku Utara.

Di provinsi Maluku, ada 12 bahasa yang mulai punah (Hoti, Hukumina, Hulung, Kamarin, Kayeli, Loun, Maksela, Naka’ela, Nila, Nusa Laut, Serua, dan Te’un).

Di Papua, ada 5 bahasa (Awere, Mapia, Onin Pidgin, Saponi, dan Tandia). Sementara di Papua Barat, terdapat 3 bahasa (DurianKere, Dusner, dan Iha Podgin).

Di Nusa Tenggara Barat, terdapat 1 bahasa (Tambora), di Sulawesi Utara terdapat 1 bahasa (Ponosakan), di Jawa Tengah terdapat 1 bahasa (Javindo), dan di Maluku Utara terdapat 1 bahasa (Ternateno).

Salah satu faktor utama yang menyebabkan punahnya bahasa daerah adalah kendali yang kuat oleh bahasa nasional dan internasional.

Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia telah menjadi sarana berkomunikasi yang digunakan di seluruh wilayah negeri. Sementara itu, bahasa Inggris semakin mendominasi dunia pendidikan dan bisnis karena posisinya sebagai bahasa global.

Dampaknya adalah semakin minimnya penggunaan bahasa daerah, khususnya di kalangan kaum muda. Peran generasi muda sangat diperlukan dalam upaya melestarikan bahasa daerah.

Tetapi, banyak di antara mereka yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa asing karena dianggap lebih elegan dan mudah digunakan. Di sisi lain, seringkali bahasa daerah dianggap kuno dan tidak relevan dengan kehidupan modern. Proses ini semakin mempercepat hilangnya keberagaman bahasa daerah.

Urbanisasi juga turut menyebabkan berkurangnya penggunaan bahasa daerah. Banyak warga yang memilih beralih dari pedesaan ke perkotaan demi mengejar kesempatan hidup yang lebih baik.

Di kota, interaksi sosial cenderung lebih sering dilakukan dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing, sehingga penggunaan bahasa daerah semakin berkurang

Pada zaman globalisasi saat ini, teknologi seperti AI (Artificial Intelligence), VR (Virtual Reality), dan AR (Augmented Reality) semakin merambah ke segala bidang kehidupan kita. Maka, penting sekali untuk menjaga kelestarian bahasa daerah. Walaupun modernisasi membawa transformasi besar dalam gaya hidup dan hubungan sosial, harus diingat pentingnya tetap menjaga warisan budaya yang kita miliki.

Maka dari itu teknologi memberikan solusi inovatif untuk menghadapi hambatan pelestarian bahasa daerah. Sebagai contoh, penggunaan aplikasi pembelajaran bahasa daerah yang interaktif dapat menjadikan proses pembelajaran lebih menarik bagi generasi muda yang akrab dengan teknologi.

Di samping itu, media sosial serta platform digital seperti YouTube, TikTok, dan Instagram bisa dijadikan tempat yang tepat untuk saling berbagi informasi mengenai bahasa daerah, serta memperluas pengaruhnya ke berbagai lapisan masyarakat, bukan hanya secara lokal tetapi juga internasional.

Namun perlu diingat bahwa ada tantangan yang harus dihadapi dalam pemanfaatan teknologi untuk melestarikan bahasa daerah.

Salah satu tantangan yang perlu dihadapi adalah bagaimana mengembangkan konten yang akurat dan dapat dipercaya. Agar generasi muda dapat belajar bahasa daerah dengan baik, penting untuk menyediakan sumber daya melalui teknologi yang memenuhi standar kebenaran linguistik dan kultural.

Tambahkanlah akses terhadap teknologi agar seluruh orang ikut terlibat dalam menjaga kelestarian bahasa daerah.

Dengan mengambil tindakan nyata untuk memanfaatkan teknologi dalam upaya pelestarian bahasa daerah, kita bisa mengubah tantangan dari era modernisasi menjadi kesempatan untuk memperkuat dan menjaga warisan budaya kita.

Keberagaman bahasa merupakan harta yang amat berharga yang perlu kita pelihara dan kembangkan demi masa depan generasi selanjutnya.

Dengan meningkatkan kesadaran bersama dan mengambil langkah konkret, kita bisa memastikan bahwa bahasa daerah kita tetap hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi yang tak terhindarkan ini.

Ayo gunakan teknologi dan inovasi untuk menghidupkan kembali kekayaan budaya lokal dan membuatnya tetap relevan di era digital saat ini.

Oleh Tiara Rahmawati (5553220017)

Editor: Erna Fitri, Tim NASIONALISME.net

Penulis: Tiara RahmawatiEditor: Erna Fitri
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *