NASIONALISME.NET, JAKARTA — Demokrasi di Indonesia merupakan suatu sistem pemerintah yang menjujung tinggi rakyat. Dimana rakyat telah mengalami berbagai dinamika yang telah mencerminkan ketegangan antara kepentingan elit politik dan aspirasi masyarakat. Dalam beberapa dekade terakhir, reformasi yang pada awalnya bertujuan untuk memperkuat sistem demokrasi justru diiringi dengan berbagai macam tantangan, mulai dari maraknya olirgarki politik, praktik korupsi yang masih sangat mengakar, sehingga terjadinya perbatasan ruang bagi masyarakat sipil dalam menyuarakan aspirasi kepentingannya.
Fenomena ini membuat kekhawatiran akan terjadinya kemunduran demokrasi atau yang disebut dengan “democratic backsliding”, dimana proses politik yang seharusnya dengan cara terbuka dan inklusif justru semakin dikendalikan oleh segelintir kelompok berkuasa yang memprioritaskan kepentingan mereka sendiri dibandingkan dengan rakyat. Dalam hal ini, banyak munculnya pertanyaan mengenai sejauh mana sih demokrasi di Indonesia benar-benar mempresentasikan suara rakyat, atau justru telah menjadi alat bagi para kaum elit politik untuk mempertahankan dominasi mereka.
Krisis demokrasi yang terjadi saat ini tidak hanya diamati dari sisi kelembagaan saja, tetapi berdampak pada beberapa aspek substansial, seperti yang kita ketahui melemahkan mekanisme checks and balances, kemudian meningkatnya penggunaan politik identitas yang hanya bertujuan untuk kepentingan elektoral saja. Situasi ini sudah jelas menunjukan adanya disparitas yang semakin runcing antara idealisme demokrasi yang didasari pada partisipasi publik dan realitas politik yang telah didominasi oleh beberapa aktor yang mempunyai akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.
Selain itu, munculnya regulasi yang cenderung menguntungkan kelompok tertentu dan membatasi hak-hak politik pada masyarakat. Maka dari ini bisa dipertegas bahwa demokrasi di Indonesia masa kini lagi menghadapi tantangan yang cukup serius. Oleh karena itu, kajian yang membahas tentang krisis demokrasi ini menjadi sangat penting untuk kita memahami bagaimana dinamika antara kepentingan elit dan suara rakyat yang telah membentuk arah politik Indonesia di masa yang akan datang.

Pembahasan
Demokrasi menurut Hans Kelsen merupakan suatu pemerintahan yang diadakan dan dilaksanakan dari rakyat dan untuk rakyat, serta mengenai pelaksanaa kekuasaan negaranya adalah wakil dari rakyat yang sudah dipilih oleh rakyat setelah adanya keyakinan terhadap aturan yang telah ditetapkan dan memiliki hubungan serta penerapan dari kekuasaan negara.[1]
Perkembangan demokrasi di Indonesia telah mengalami pasang surut. Indonesia telah menghadapi beraneka ragam permasalahan dalam masyarakat dengan ragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi di samping suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis.
Jika kita membicarakan terkait krisis demokrasi di Indonesia pada saat ini, kita nggak bisa lagi untuk berpura-pura optimis dan berkata bahwa Indonesia pada saat ini baik-baik saja. Demokrasi kita bukan hanyalah sebuah stagnan, tapi sudah jelas telah mengalami Kemunduran yang sangat signifikan.
Kita lihat semua indikator demokrasi kebebasan sipil, lalu ada supremasi hukum, indenpendesi lembaga negara, bahkan transparansi pemerintah, semuanya menunjukan sebuah permasalah yang buruk. Kalau ada yang masih percaya bahwa Indonesia merupakan suatu negara demokrasi yang sehat, ya mereka harus lihat realitasnya, dimana demokrasi kita sekarang lebih mengarah kepada formalitas belaka, dimana suara rakyat hanya diberi ilusi bahwa mereka masih punya suara, padahal dibelakang itu semua, sebuah kepentingan yang seharusnya rakyat ikut andil tetap dikendalikan oleh segelintir elit politik dan ekonomi.
Kemudian, salah satu indikator yang paling nyata dari kemunduran demokrasi kita adalah semakin menyempitnya ruang bagi kebebasan sipil yang mengkritik pemerintah. Sekarang, kritik terhadap kebijakan publik dianggap sebagai sebuah ancaman, bukan lagi sebagai bentuk partisipasi politik yang sah-sah saja. Setiap adanya kritik yang dianggap terlalu tajam, aparat langsung turun tangan dengan berbagai tuduhan yang bersifat dipaksakan. Ini jelas sekali bukan demokrasi yang sehat. Demokrasi yang sesungguhnya ialah demokrasi yang kuat terhadap kritik, bukan semakin represif setiap kali ada yang berpendapat.
Kemudian terdapat hal yang baru terjadi yaitu pengesahan revisi RUU TNI. Dengan aturan baru tersebut, perwira aktif bisa menduduki berbagai jabatan tanpa harus dilakukan pensiun dini dari militer. Seharusnya demokrasi kita semakin menguatkan supremasi sipil, bukan malah kebalikannya. Ini bukan hanya sekedar soal efektivitas saja terhadap pemerintah, tetapi soal prinsip demokrasi yang sedang dilanggar. Dikhawatirkan jika militer mulai aktif dalam mengendalikan kebijakan sipil, kita ngga bisa lagi berbicara tentang adanya transparansi, akuntabilitas, bahkan hak-hak sipil yang bebas dari sebuah tekanan institusi bersenjata.
Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, terdapat upaya sistematis untuk memanipulasi narasi tentang demokrasi itu sendiri. Pemerintah dan para pendukungnya terus berusaha menciptakan sebuah ilusi bahwa demokrasi di negara kita itu baik-baik saja, dilihat dari stabilitas lebih penting daripada sebuah kebebasan, kritik terhadap pemerintah sama dengan mengancam persatuan bangsa Indonesia. Ini salah satu strategi klasik yang mematikan yang biasanya digunakan rezim-rezim ortoriter di dunia yang di dalamnya mengontrol sebuah narasi, membungkam perbedaan pendapat, dan menciptakan ilusi bahwa semua ini dilakukan demi kepentingan rakyat, negara dan kebaikan bersama.
Jadi kalau kita membicarakan soal krisis demokrasi yang tengah terjadi di Indonesia, ini bukan hanya sebatas isu normatif tentang partisipasi politik atau kebebasan sipil saja. Ini sudah termasuk ke tahap di mana negara perlahan-lahan bertransformasi menjadi sistem yang semakin ortoriter dan eksklusif.
Seorang ahli sejarah Inggris, Lord Action mengagaskan jika kekuasaan pemerintah perlu dibatasi dan ia mengatakan bahwa pemerintah selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekat banyak kelemahannya. Kutipan tersebut kemudian menjadi mahsyur yang berbunyi: “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya secara tak terbatas pula (Power tends corrupt, but absolute power corrupts absolutely).[2]
Jika ada pertanyaan, apakah demokrasi di Indonesia mengalami penurunan? tentu saja jawaban jelas sekali iyaa, dan bukan sekedar menurun saja, tetapi benar-benar berada dalam ancaman yang serius. Kita sedang menyaksikan bagaimana demokrasi berubah menjadi sistem yang telah dikendalikan oleh segelintir elit dengan berbagai mekanisme kontrol yang semakin menekan pada partisipasi rakyat. Kalau dibiarkan terus, Indonesia bukan hanya akan kehilangan demokrasi saja, tetapi juga akan masuk ke dalam fase dimana kekuasaan semakin terkonsentrasi dan rakyat tidak lagi mempunyai daya tawar dalam menentukan masa depan mereka sendiri. Sampai kapan kita akan membiarkan demokrasi ini terus dirusak oleh mereka?
Penutup
Melihat seluruh fenomena yang terjadi, terlihat demokrasi tidak sedang berkembang, melainkan mengalami Kemunduran. Demokrasi yang seharusnya menjadi alat bagi rakyat untuk mengontrol jalannya pemerintah justru semakin ditekan, ruang kritik semakin sempit, lembaga negara yang seharusnya independen malah tunduk kepada kepentingan penguasa. Oligarki semakin mengakar dan kebijakan-kebijakan yang dibuat lebih berpihak kepada kepentingan elite dibandingkan dalam mengutamakan kesejahteraan rakyat. Bahkan, negara secara sadar menciptakan narasi yang membenarkan penyempitan ruang demokrasi ini atas nama stabilitas dan pembangunan. Saat ini, pertanyaannya bukan lagi apakah demokrasi kita dalam bahaya, melainkan apakah rakyat masih punya daya untuk merebut kembali hak-haknya sebelum semuanya benar-benar terlambat.
Daftar Pustaka
Budiardjo, M. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Politik . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama .
Dedi, A. (2021). Implementasi Prinsip-Prinsip Demokrasi di Indonesia. Jurnal Moderat.
Gabriana Akhira Malik, M. S. (2021). Penerapan Demokrasi Berkeadaran dalam Kebudayaan dan Tradisi Suku Bugis. Jurnal Kewarganegaraan, 2.
Gabriana Akhira Malik, M. S. (2021). Penerapan Demokrasi Berkeadaran dalam Kebudayaan dan Tradisi Suku Bugis. Jurnal Kewarganegaraan, 2. ↑
Budiardjo, M. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Politik . Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama . ↑
Penulis: Rifda Nurhanifah (1401622011), Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Jakarta
Editor: Erna Fitri, Tim NASIONALISME.net