NASIONALISME.NET — Lebih tua dari dinosaurus dan tetap bertahan selama lebih dari 450 juta tahun, horseshoe crab atau yang lebih dikenal dengan kepiting tapal kuda adalah salah satu spesies paling luar biasa di Bumi yang telah bertahan dari berbagai bencana alam sejak zaman prasejarah. Keunikan mereka bukan hanya terletak pada usianya yang panjang, tetapi juga pada tubuhnya yang hampir tidak berevolusi hingga saat ini. Membuatnya mendapat julukan sebagai “hewan yang malas berevolusi.” Keberadaannya yang telah melewati berbagai perubahan zaman menjadikannya spesies ini menarik untuk dipelajari lebih dalam. Artikel ini akan mengulas lebih jauh mengenai asal-usul, karakteristik, fakta unik, serta ancaman yang dihadapi horseshoe crab, sekaligus mengapa penting untuk kita menjaga kelestariannya.
Horseshoe crab telah ada di Bumi sejak lebih dari 450 juta tahun yang lalu jauh sebelum dinosaurus muncul, horseshoe crab atau kepiting tapal kuda termasuk dalam kelompok merostomata. Selama keberadaannya di bumi kepiting tapal kuda telah melewati beberapa zaman, yaitu : Era Paleozoikum (542-252 juta tahun yang lalu), Era Mezoikum (252-66 juta tahun yang lalu), Era Kenozoikum (66 juta lalu-sekarang). Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan, menunjukkan bahwa bentuk tubuhnya hampir tidak berubah secara signifikan sejak zaman purba. Salah satu faktor utama yang membuat mereka mampu bertahan tanpa perlu melakukan perubahan evolusi yang signifikan adalah struktur tubuhnya yang sudah sangat efisien untuk bertahan hidup. Dengan cangkang keras yang melindungi tubuhnya dari predator, sistem pernapasan yang memungkinkan mereka bertahan di kondisi lingkungan yang ekstrem, serta kemampuan mereka beradaptasi terhadap perubahan habitat.
Horseshoe crab memiliki struktur bentuk tubuh yang unik dan mudah dikenali. Cangkangnya yang keras dan berbentuk seperti tapal kuda memiliki fungsi sebagai alat perlindungan dari predator, sedangkan ekor panjangnya yang tajam sebenarnya bukan untuk menyerang, melainkan membantu mereka membalikkan tubuh jika terbalik, selain itu ekornya juga memiliki fungsi lain yaitu untuk navigasi di dasar laut. Meskipun sering disebut “kepiting tapal kuda” sebenarnya kepiting tapal kuda lebih dekat hubungannya dengan laba-laba dan kalajengking daripada kepiting sejati. Horseshoe crab juga memiliki mata yang luar biasa bukan hanya dua, melainkan sepuluh mata yang tersebar di berbagai bagian tubuhnya, memungkinkan mereka untuk mendeteksi cahaya dan bergerak dengan baik di habitatnya.
Horseshoe crab hidup di perairan dangkal dengan dasar pasir atau lumpur, terutama di wilayah pesisir Asia dan Amerika Utara. Mereka sering ditemukan di pantai saat musim kawin, di mana betina akan bertelur di pasir dan jantan membuahi telur tersebut. karena mereka tergolong hewan nokturnal, mereka biasanya melakukan hal tersebut pada malam hari. Meskipun terlihat lambat, hewan ini sangat tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat bertahan dalam kondisi air dengan kadar oksigen rendah. Selain itu, mereka juga merupakan pemakan segala (omnivora) dan biasanya mencari makanan di dasar laut, seperti moluska kecil, cacing, dan ganggang. Kemampuan mereka bertahan di berbagai kondisi inilah yang membuat spesies ini tetap eksis selama ratusan juta tahun.
Salah satu fakta unik yang lain tentang horseshoe crab adalah darahnya yang berwarna biru, bukan merah seperti manusia. Warna biru ini berasal dari kandungan hemocyanin, yaitu protein pembawa oksigen yang mengandung tembaga, berbeda dengan hemoglobin manusia yang mengandung zat besi. Namun, yang membuat darah mereka sangat berharga bukan hanya warnanya, melainkan kandungan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mendeteksi racun bakteri. Karena keunikan ini, darah horseshoe crab banyak digunakan dalam industri medis untuk menguji keamanan vaksin dan alat medis, menjadikannya salah satu hewan yang memiliki peran penting dalam dunia kesehatan manusia.
Meskipun telah bertahan selama lebih dari 450 juta tahun, horseshoe crab kini menghadapi ancaman yang serius akibat ulah manusia. Salah satu ancaman terbesar adalah perburuan berlebihan, terutama untuk kepentingan industri farmasi. Darah mereka yang mengandung Limulus Amebocyte Lysate (LAL) sangat berharga dalam pengujian medis, sehingga banyak horseshoe crab ditangkap dan diekstraksi darahnya sebelum dilepaskan kembali meskipun banyak yang tidak bertahan setelah proses ini. Selain itu, mereka juga digunakan sebagai umpan dalam industri perikanan, terutama untuk menangkap belut dan kepiting tertentu. Praktik ini menyebabkan penurunan populasi horseshoe crab secara drastis di beberapa wilayah.
Untuk mengatasi ancaman ini, berbagai upaya konservasi telah dilakukan. Beberapa negara telah menetapkan larangan dan pembatasan penangkapan horseshoe crab untuk mengurangi eksploitasi berlebihan. Selain itu, beberapa ilmuwan sedang mengembangkan alternatif sintetis untuk LAL, sehingga ketergantungan terhadap darah horseshoe crab dapat dikurangi. Program rehabilitasi dan perlindungan habitat juga semakin digalakkan untuk memastikan spesies ini tetap memiliki tempat berkembang biak yang aman. Dengan meningkatnya kesadaran dan kerja sama dalam upaya konservasi, diharapkan horseshoe crab dapat terus bertahan dan tidak punah akibat aktivitas manusia.
Horseshoe crab adalah salah satu hewan prasejarah yang masih bertahan hingga kini tanpa perubahan signifikan dalam evolusinya. Keunikan mereka, mulai dari darah biru yang berharga hingga kemampuan bertahan hidup yang luar biasa, menjadikan mereka spesies yang menarik untuk dipelajari. Namun, ancaman dari eksploitasi manusia dan kerusakan habitat membuat populasi mereka semakin berkurang. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk ikut serta dalam upaya pelestarian, agar horseshoe crab tetap dapat bertahan dan tidak punah akibat aktivitas manusia. Dengan lebih memahami dan peduli terhadap spesies ini, kita dapat menjaga keseimbangan ekosistem laut untuk generasi mendatang.
Penulis: Triatmojo Angger Purnokusumo
Editor: Erna Fitri, Tim NASIONALISME.net